CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Friday, April 3, 2009

Generasi Qur'ani yang Istimewa

Generasi Qur'ani yang Istimewa
Sayyid Quthb


Ada fenomena sejarah yang harus diperhatikan oleh pembawa dakwah Islam di seluruh penjuru bumi dan di seluruh masa. Untuk kemudian merenungkannya dengan mendalam. Karena ia memiliki pengaruh yang besar dalam manhaj dan arah dakwah.Dakwah Islam pada generasi pertama telah menghasilkan generasi yang istimewa --yaitu generasi
sahabat-- dalam sejarah Islam seluruhnya, dan sejarah manusia seluruhnya. Kemudian generasi semacam itu tidak lagi dihasilkan dalam sejarah Islam. Benar ada beberapa gelintir orang dengan karakteristik seperti generasi pertama itu yang dihasilkan oleh dakwah Islam sepanjang sejarah setelah generasi pertama. Namun belum pernah terjadi dalam sejarah Islam, terkumpulnya tokoh-tokoh besar semacam itu, dalam satu tempat, seperti yang terjadi pada masa pertama dari kehidupan dakwah ini. Ini adalah fenomena yang amat jelas. Yang mengandung makna yang harus kita renungkan dengan
saksama, dengan harapan kita dapat menyingkap rahasia keberhasilannya.

Al Qur'an yang menjadi jantung dakwah itu ada di tangan kita, demikian juga dengan hadits Rasulullah Saw, petunjuk praktis beliau, dan sirah beliau yang mulia, semuanya ada di tangan kita. Seperti pernah ada pada generasi yang pertama itu, yang belum pernah terulang keberadaan generasi semacam itu dalam sejarah. Yang tidak ada hanyalah pribadi Rasulullah Saw; apakah ini rahasianya? Jika keberadaan Rasulullah Saw secara fisik adalah suatu keniscayaan bagi pelaksanaan dan keberhasilan dakwah ini, niscaya Allah SWT tidak menjadikannya sebagai dakwah bagi seluruh umat
manusia, tidak menjadikannya sebagai risalah terakhir, dan tidak menyerahkan tanggungjawab memberikan tuntunan petunjuk kepada umat manusia di muka bumi kepada dakwah ini, hingga akhir zaman.

Namun Allah SWT telah menjamin untuk memelihara Adz Dzikr. Serta memberitahukan bahwa
dakwah ini dapat terus berjalan setelah wafatnya Rasulullah Saw, dan dapat memetik keberhasilan.Allah SWT telah menyerahkan dakwah agama ini kepada Rasulullah Saw selama dua puluh tiga tahun,hingga akhir hayat beliau, dan tetap memelihara agama ini setelah wafatnya beliau hingga akhir zaman.Dengan demikian, ketidakberadaan Rasulullah Saw secara fisik tidak menjelaskan fenomena itu, juga
tidak menjadi faktor penentunya.

***********************

Oleh karena itu, marilah kita cari faktor yang lain. Kita teliti sumber yang menjadi rujukan generasi pertama itu, apakah ada yang berubah darinya? Juga kita teliti manhaj yang menghasilkan tokoh-tokoh semacam mereka itu, apakah ada yang berubah?
Sumber rujukan utama generasi pertama itu adalah Al Quran. Al Quran semata. Sedangkan hadits Rasulullah Sawn petunjuknya hanyalah satu bentuk penjelas dari sumber tersebut. Oleh karena itu,ketika A'isyah r.a. ditanya tentang akhlaq Rasulullah Saw, ia menjawab:
"Akhlaq beliau adalah Al Qur'an." [Hadits diriwayatkan oleh An Nasai]

Dengan demikian, adalah Al Qur'an semata yang menjadi sumber mereka; darinya mereka memetik pelajaran dan dengannya pula mereka diubah menjadi tokoh-tokoh besar. Hal itu terjadi bukan karena umat manusia saat itu tidak memiliki peradaban, budaya, ilmu pengetahuan, buku-buku rujukan atau kajian-kajian ilmiah; sama sekali bukan begitu! Karena saat itu ada peradaban Romawi dan budayanya, serta buku-buku dan undang-undangnya yang sampai saat ini dijadikan pedoman hidup Eropa, atau setidaknya perpanjangan darinya. Ada warisan peradaban Yunani, logikanya, filsafatnya serta seninya, yang tetap menjadi sumber pemikiran Barat hingga saat ini. Juga ada peradaban Persia, seninya, syairnya, legenda-legendanya, kepercayaan-kepercayaannya, dan sistem kekuasaannya. Demikian juga peradaban-peradaban lain, yang jauh maupun dekat: seperti peradaban India, Cina dan lainnya.

Peradaban Romawi dan Parsi mengelilingi Jazirah Ara, dari bagian Timur dan Barat, juga Yahudi dan Nashrani yang hidup di jantung Jazirah Arab. Dengan demikian, mereka sama sekali tidak kekurangan peradaban dan budaya internasional, yang membuat generasi ini hanya mengambil rujukan dari Kitab Allah semata, selama masa pembentukannya. Namun sterilisasi mereka dari pengaruh peradaban dan budaya luar itu dilakukan dengan 'planning' yang matang, dan dengan strategi yang terencana. Bukti
hal ini marahnya Rasulullah Saw saat melihat Umar bin Khath-thab sedang memegang lembaran Taurat, dan beliau bersabda:
"Demi Allah, seandainya Musa hidup saat ini bersama kalian, niscaya ia hanya
diperbolehkan oleh Allah SWT untuk menjadi pengikutku."
[Hadits diriwayatkan oleh hafizh Abu Ya'la dari Hammad, dari Sya'bi dari Jabir]

Dengan demikian, ada planning dari Rasulullah Saw untuk mensterilkan generasi ini dari sumber lain,selama masa pembentukan mereka, dan hanya mencukupkan mereka dengan sumber rujukan Kitab Allah semata, sehingga jiwa mereka secara utuh hanya terisi dengan ajaran tersebut, dan mereka berjalan hanya dengan manhajnya semata. Oleh karena itu beliau marah saat melihat Umar bin Khaththab r.a. ingin mengambil rujukan dari sumber yang lain. Rasulullah Saw ingin membentuk generasi yang bersih hatinya, akalnya, gambaran hidupnya, dan jiwanya dari segala pengaruh lain, selain manhaj Ilahi, yang dikandung oleh Al Quran al Karim. Dengan begitu, generasi tersebut hanya mengambil rujukan mereka dari sumber itu semata. Dan hasilnya adalah, tercetaknya generasi istimewa dalam sejarah, yang belum pernah terulang lagi.

Kemudian apa yang terjadi pada generasi berikutnya? Ternyata sumber-sumber rujukan mereka telah berubah menjadi beragam dan bermacam-macam! Sumber rujukan generasi-generasi berikutnya telah tercampur oleh filsafat Yunani dan Logika mereka, legenda Parsi dan pola pandang mereka, israiliat Yahudi dan teologi Nashrani, dan pengaruh peradaban serta budaya lainnya. Semua itu tercampur dalam menafsirkan Al Qur'an, bangunan ilmu Kalam, juga dalam fiqh dan ushul. Dari racikan sumber-sumber itu, tercetaklah seluruh generasi berikutnya, sehingga keberhasilan generasi pertama tidak
pernah terulang lagi. Diyakini dengan pasti, bahwa percampuran sumber yang utama dengan sumber-sumber yang lain itulah yang menjadi faktor utama perbedaan keberhasilan generasi pertama dengan seluruh generasi berikutnya. Yaitu generasi pertama Islam yang istimewa itu.

* * *

Ada faktor utama lain, selain perbedaan sumber rujukan itu. Yaitu perbedaan dalam menerima dakwah,dibandingkan dengan generasi pertama yang istimewa itu.
Mereka (generasi pertama) membaca Al Qur'an bukan untuk sekadar ingin tahu dan sekadar membaca,juga bukan sekadar untuk merasakan dan menikmatinya. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mempelajari Al Quran untuk sekadar menambah pengetahuan, atau untuk menambah bobot ilmiah dan kepintaran dalam ilmu fiqh.
Mereka mempelajari Al Qur'an untuk menerima perintah Allah SWT berkenaan dengan masalah pribadi mereka, masyarakat tempat mereka hidup, dan kehidupan yang dijalaninya bersama jama'ahnya. Dan mereka menerima perintah Allah SWT itu untuk segera diamalkan setelah mendengarnya. Seperti seorang tentara dalam medan perang menerima "perintah harian", yang langsung ia kerjakan setelah menerimanya! Oleh karena itu, tidak ada dari mereka yang memperbanyak mempelajari Al Qur'an dalam sekali duduk, karena ia merasa bahwa dengan memperbanyak membaca perintah Allah SWT itu berarti memperbanyak pula kewajiban dan tugas yang harus ia emban. Mereka
cukup membaca dan mempelajari sepuluh ayat, setiap kesempatan menelaah Al Qur'an, hingga ia menghapal dan melaksanakan isinya. Seperti diterangkan dalam hadits Ibnu Mas'ud r.a.[Seperti ditulis oleh Ibnu Katsir dalam muqaddimah kitab tafsirnya.]
Perasaan seperti dan sikap ini; yakni sikap menerima ajaran Al Quran untuk dilaksanakan perintahnya, membuat mereka, dengan membaca Al Qur'an, terbukakan gerbang kenikmatan dan ilmu pengetahuan.

Hal itu tidak terjadi jika mereka membaca Al Qur'an hanya sekadar untuk meneliti, mengkaji dan membacanya. Dengan cara membaca seperti itu, mereka menjadi termudahkan untuk mengamalkan isinya, teringankan beban tugas mereka, Al Qur'an merasuk dalam diri mereka, dan setelah itu mereka ejawantahkan dalam manhaj yang realistis dan praksis, yang tidak semata berada dalam otak atau kalimat-kalimat yang tersimpan dalam kertas. Namun menjadi wujud perubahan dan peristiwa yang merubah perjalanan hidup.

Al Qur'an tidak memberikan khazanahnya kecuali bagi orang yang menerimanya dengan semangat ini:semangat untuk mengetahui, dan kemudian menjalankannya. Al Qur'an tidak datang untuk sekadar menjadi hiburan otak, ia bukan kitab sastra atau seni, dan bukan pula sebuah kitab kisah atau sejarah --meskipun semua itu terkandung dalam isinya-- namun ia datang agar menjadi manhaj kehidupan. Manhaj Ilahi yang murni. Allah SWT menurunkan manhaj ini secara terpisah-pisah dan berangsurangsur.Yang datang secara beriringan:"Dan Al Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya
perlahan-lahan kepada manusia, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian." Al Israa: 106.
Al Qur'an tidak diturunkan sekaligus. Namun diturunkan sesuai dengan kebutuhan manusia yang terus berubah, perkembangan yang terjadi dalam pemikiran dan pola pandang, perkembangan dalam masyarakat dan kehidupan, serta sesuai dengan problem-problem praksis yang dihadapi oleh masyarakat Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Suatu ayat atau beberapa ayat dari Al Qur'an diturunkan dalam suatu momen tertentu atau suatu kejadian tertentu, yang menjadi masalah bagi manusia, untuk kemudian memberikan tuntunan bagi mereka dalam menghadapi masalah seperti itu,
menggariskan bagi mereka manhaj tindakan yang harus mereka lakukan dalam keadaan seperti itu, meluruskan kesalahan sikap dan tindakan mereka, mengaitkan semua itu dengan Allah SWT, Rabb mereka, dan memperkenalkan Diri-Nya, kepada mereka, dengan sifat-sifat-Nya yang berkuasa di segenap alam. Dengan begitu, mereka merasakan bahwa mereka hidup bersama Allah SWT dan selalu berada dalam pengawasan-Nya secara langsung. Oleh karena itu, mereka segera merubah sikap dan tindakan mereka dalam kehidupan sesuai dengan tuntunan manhaj Ilahi yang sempurna itu.

Manhaj mempelajari Al Qur'an untuk dilaksanakan dan diamalkan isinya itulah yang telah menghasilkan generasi pertama Islam. Sementara manhaj mempelajari Al Qur'an semata untuk mengkaji dan menikmatinya itulah yang telah menghasilkan generasi-generasi berikutnya. Tentunya, faktor kedua ini adalah juga faktor utama yang membedakan seluruh generasi Islam dibandingkan dengan generasi pertama yang istimewa itu.

* * *

Ada faktor ketiga yang patut kita perhatikan dan camkan. Seseorang, pada masa generasi pertama, jika ia masuk Islam, maka ia akan melepaskan seluruh masa lalu kejahiliahannya. Dan pada saat itu, ia merasakan bahwa ia sedang memulai suatu era baru dalam titian kehidupannya, yang terputus sama sekali dari perjalanan hidupnya yang telah ia lewati di masa jahiliah. Ia memandang segala sesuatu yang biasa ia temukan pada masa jahiliah dengan pandangan ragu, curiga, hati-hati dan takut. Karena ia merasakan bahwa segala kotoran tersebut tidak dapat diterima oleh Islam! Dengan sikap seperti itulah, mereka menerima petunjuk Islam. Jika suatu saat ia terperdaya oleh nafsunya, atau kembali melakukan kebiasaan lamanya, atau kurang sempurna dalam menjalankan kewajiban Islam, maka saat itu ia langsung merasa berdosa dan bersalah. Dan menyadari dalam dirinya bahwa ia memerlukan penyucian
diri dari tindakannya itu. Untuk kemudian kembali berusaha berjalan sesuai dengan petunjuk Al Qur'an.

Ada pemutusan emosional secara total antara masa lalu kejahiliahan seorang Muslim dengan masa kini keislamannya. Hal itu tercerminkan dalam hubungannya dengan masyarakat jahiliah, dan ikatan-ikatan sosialnya. Ia telah terputus secara total dari lingkungan jahiliahnya dan bersatu secara total dengan lingkungan Islam. Meskipun ia masih tetap melakukan kontak dalam hubungan perdagangan dan keseharian. Karena pemutusan emosional adalah satu hal, sementara kontak mu'amalah sehari-hari
adalah hal lain.

Mereka melepaskan kaitan mereka dari millieu jahiliah, tradisinya, pola pandangnya, kebiasaannya dan ikatan-ikatannya. Hal ini terlahir dari pemutusan ikatan dengan kemusyrikan kepada aqidah tauhid, dan dari pola pandang jahiliah kepada pola pandang Islam tentang kehidupan dan wujud. Serta dengan bergabung dengan masyarakat Islam yang baru, dengan kepemimpinan yang baru, dan memberikan seluruh loyalitasnya, keta'atannya dan keterikatannya dengan masyarakat dan kepemimpinan ini. Inilah titik perpisahan mereka dengan masa lalu, dan awal perjalanan mereka dalam jalan yang baru,
jalan yang terbebaskan dari seluruh tekanan budaya yang dianut oleh masyarakat jahiliah, dan seluruh pola pandang serta nilai-nilai yang berlaku di dalamnya. Pilihan mereka itu harus mereka tebus dengan aniaya dan fitnah yang menimpa mereka, namun mereka telah bersikap teguh dan memutuskan sama
sekali ikatan mereka dengan kejahiliahan. Sehingga tekanan pola pandang jahiliah, dan adat-istiadat masyarakat jahiliah tidak mungkin lagi dapat menggoyahkan mereka.
Saat ini kita hidup dalam kejahiliahan seperti yang dialami oleh Islam pada era pertama itu, atau mungkin lebih kelam lagi. Seluruh yang ada di sekeliling kita adalah kejahiliahan. Pola pandang manusia, kepercayaan mereka, tradisi mereka, adat-istiadat mereka, sumber rujukan mereka, seni mereka, sastra mereka, hukum mereka serta undang-undang mereka. Hingga banyak yang kita sangka sebagai budaya Islam, referensi Islam, filsafat Islam, pemikiran Islam, ternyata juga merupakan produk
dari kejahiliahan!

Oleh karena itulah, nilai-nilai Islam tidak dapat meresap dalam diri kita, weltanschauung Islam tidak dapat bersemayam dalam akal kita, dan kita tidak dapat menjadi genersi yang besar, dengan karakteristik seperti generasi yang dihasilkan oleh Islam pada era pertamanya. Dengan demikian, dalam manhaj harakah Islam, kita harus membersihkan diri dalam masa pembentukan dan pengkaderan, dari seluruh pengaruh jahiliah yang kita sedang jalani ini. Kita harus kembali dari awal kepada sumber yang murni, yang dijadikan sumber oleh tokoh-tokoh generasi pertama itu. Sumber yang terjamin tidak tercermar dan tidak diragukan lagi. Kita kembali kepadanya, dan kita mengambil pola pandang kita darinya dalam melihat seluruh hakikat wujud, dan hakikat wujud manusia beserta seluruh ikatan antara dua wujud ini dengan Wujud Yang Sempurna dan Haqq; wujud
Allah SWT.

Dari sanalah kita mengambil pola pandang kita terhadap kehidupan, nilai-nilai, akhlak,sistem kekuasan, politik, ekonomi dan seluruh segi kehidupan kita.
Kita haru kembali kepadanya ---saat kita benar-benar kembali-- dengan sikap menerima ajaran Al Qur'an untuk dilaksanakan dan diamalkan. Bukan sekadar untuk belajar dan mencari kesenangan ruhani. Kita kembali kepadanya untuk mengetahui apa yang dituntut dari kita, dan seharusnya kita bagaimana. Dalam perjalanan itu, kita akan bertemu dengan keindahan seni dalam Al Qur'an, kisah kisah yang agung dalam Al Qur'an, deskripsi tentang hari kiamat dalam Al Qur'an, logika emosi dalam Al Qur'an, dan seluruh hal yang dicari oleh orang yang mengkaji Al Qur'an untuk sekadar mengkaji dan
mencari kesenangan. Namun kita akan menemukan hal itu dengan catatan bahwa itu bukanlah tujuan utama kita. Karena tujuan utama kita adalah untuk mengetahui: apa yang dikehendaki oleh Al Qur'an bagi kita untuk diamalkan dan diwujudkan? Apa pola pandang yang dikehendaki oleh Al Qur'an untuk kita miliki? Apa kehendak Al Qur'an tentang bagaimana seharusnya perasaan kita terhadap Allah SWT dan apa kehendak Al Qur'an tentang bagaimana seharusnya akhlak kita, kondisi kita, dan sistem praksis
kehidupan kita? Kemudian kita harus membersihkan diri kita dari tekanan masyarakat jahiliah, pola pandang jahiliah, tradisi jahiliah dan kepemimpinan jahiliah, dalam diri kita. Tugas kita bukan untuk ber co-eksistensi dengan realitas masyarakat jahiliah ini, juga bukan untuk memberikan loyalitas kita kepadanya. Karena
dengan sifat seperti ini, sifat jahiliah, ia tidak boleh kita ajak berdamai. Tugas kita adalah, pertama merubah diri kita, kemudian merubah masyarakat kita.
Tugas utama kita adalah merubah realitas masayrakat kita. Dan tugas kita adalah merubah realitas jahiliah ini dari akarnya. Realitas yang bersebrangan secara diametral dengan manhaj Islami, dan pola pandang Islam, yang menghalangi kita dengan kekuatan dan tekanan untuk hidup sesuai dengan yang
dikehendaki oleh manhaj Ilahi bagi kita.Langkah pertama ddalam jalan kita ini adalah, menciptakan jarak dengan masyarakat jahiliah ini, besrta
nilai-nilai dan pola pandangnya. Dan kita jangan sampai merubah nilai-nilai dan pola pandang kita sedikitpun agar bertemu dengannya di pertengahan jalan. Karena kita bersimpangan jalan dengannya, sehingga satu langkah saja kita mengikuti jalannya, niscaya kita akan kehilangan manhaj dan jalan kita!
Tentu kita akan menemukan kesulitan dan kepayahan dalam jalan ini, dan menuntut pengorbanan yang besar dari kita. Namun kita tidak memiliki pilihan lain, jika kita ingin mengikuti jalan generasi pertama Islam, yang telah Allah SWT letakkan mereka dalam manhaj Ilahi-Nya, dan telah diberikan kemenangan atas manhaj jahiliah.
Seharusnya kita selalu mengetahui sifat manhaj kita ini, sikap kita, dan sifat jalan yang harus kita lalui untuk keluar dari kejahiliahan, seperti keluarnya generasi istimewa itu.

* * *
Judul Asli: Ma'alim fi Thariq
Penulis: Sayyid Quthb
Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit: Penerbit: Daar Syuruuq

Tuesday, February 24, 2009

Hadith 1

HADIS 1
عن أمِيْرِ المُؤْمِنِيْنَ أبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّاب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ ا للهِ صلى الله عليه وسلم یَقُولُ: (( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ آَانَ تْ
هِجْرَتُهُ إِلىَ اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ وَمَنْ آَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا یُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَ ةٍ
یَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)) . رواه إماما الحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن
إبراهيم بن المغيرة بن بردزیة البخاري، وأبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري
النيسابوري في صحيحيهما اللذین من أصح الكتب المصنفة.

Daripada Amirul Mukminin Abu Hafsin 'Umar ibn al-Katthab r.a. beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
"Bahawa sesungguhnya setiap amalan itu bergantung kepada niat, dan bahawa sesungguhnya bagi setiap orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya menuju kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Barangsiapa yang hijrahnya kerana dunia yang dia mahu mencari habuannya, atau kerana seorang perempuan yang dia mahu kahwininya, maka hijrahnya ke arah perkara yang ditujuinya itu.”
Hadis ini diriwayat oleh dua orang Imam Ahli Hadis; Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Barzirbah al-Bukhari dan Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairie al-Naisaburi dalam kitab sahih mereka berdua yang merupakan antara kitab yang paling sahih
(Al-Imam al-Bukhari meriwayatkannya pada bahagian awal kitab sahihnya, juga dalam Kitab Iman dan beberapa tempat lain dalam kitab sahihnya. Al-Imam Muslim meriwayatkannya dalam Kitab al-Imarah Bab : إنما الأعمالبالنية) 􀁌 باب قوله ) hadis nombor 1908).

Hadis ini adalah salah satu hadis utama dalam lslam.

Pokok perbincangan hadis :
1) Sebab keluar Hadis ini - kisah Hijrah Ummu Qais
2) Kenapa niat penting :
untuk bezakan ibadat dengan adat.
untuk tentukan qasad amal - adakah untuk Allah atau lainnya.
3) Hukum melafazkan niat(jahr) - bid’ah mungkarah :
tidak thabit dalam quran dan sunnah - (asal ibadah haram kecuali berdalil) - fuqaha’ Syafie : sunnat.
haram sekiranya dengan jahr niat boleh mengganggu orang lain (solat).
4) Kesan niat baik pada perkara yang harus :
dikira sebagai qurbah (hampir dengan Allah), dan diberi pahala baginya.
makan minum - niat nak buat ketaatan/ memberi nafkah - (hak anak/isteri)
jima’@ bergaul dgn isteri - dikira ibadah (memberi hak).
5) Beberapa Langkah Perkara Harus bertukar menjadi Qurbah:
Tidak boleh jadikan gambaran luaran perkara harus sebagai qurbah. Cth- berdiri di bawah panas matahari …..(hadis nazar seorang lelaki) Perkara yang mubah sebagai wasilah kepada ibadah. Mengambil ia sebagai tasyri’ ilahi - yakin bahawa ianya harus/
tidak melampau/ menepati syariat. Menganggap ianya sebagai juz’ie - tak boleh berpanjangan sehingga membinasakan diri - sprt – tak makan - berdosa.
Antara pengajaran hadis:
Niat adalah teras segala amalan. Amalan baik mesti disertakan niat yang baik. Amalan yang buruk atau amalan yang baik tetapi dijalankan tidak mengikut aturan syara', tidak membawa apa-apa faedah walaupun dilakukan dengan niat yang baik. Demikian juga amalan baik jika diniatkan bukan kerana Allah, seumpama kerana riya', menunjuk-nunjuk atau kerana suatu tujuan duniawi, maka ia tidak memberikan apa-apa faedah.

Ulama ada berkata: Boleh jadi suatu amalan kecil menjadi besar kerana niat dan suatu amalan yang besar menjadi kecil kerana niat. Sesuatu amalan dibalas berdasarkan niat pelakunya. Hijrah adalah suatu peristiwa besar dalam lslam di mana umat lslam diperintahkan berhijrah. Sesiapa yang berhijrah kerana Allah dan RasulNya, dia akan dikurniakan pahala besar, sebaliknya jika kerana dunia atau perempuan, maka dia hanya mendapat apa yang diniatkannya. Walaupun hijrah sudah tiada lagi, namun hijrah dengan makna meninggalkan maksiat kepada melakukan taat, ia juga dianggap hijrah yang akan dikurniakan pahala.

Menyingkap kejahatan Yahudi

Ghazi Muhammad Al-Qarni

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Selawat dan salam semoga dilimpahkan ke atas Rasulullah Muhammad SAW. Amma ba’du.

Hingga ke hari ini, saya tetap yakin bahawa bangsa Yahudi masih wujud dan bermain di balik tabir kehidupan ini. Mereka menjadi penyebab utama berbagai malapetaka yang menimpa umat manusia dari masa ke masa. Mereka ibarat kenser ganas yang mesti dibongkar hingga ke akar-akarnya dan tidak diberi kesempatan untuk tumbuh kembali.

Buku yang hadir di hadapan anda ini merupakan usaha dari saudara saya, Ghazi bin Muhammad al-Qarni, dalam rangka mengupas dan menjelaskan sekitar permasalahan yang telah saya sentuh di atas.

Kehadiran buku ini menjadi pengetahuan asas yang sangat penting. Oleh kerana itu, saya memohon kepada Allah agar berkenan melimpahkan berkat dan keikhlasan kepada penulis. Dan semoga Allah melimpahkan taufik kepada kita semua sebagai hamba-hambaNya sehingga dapat mengarah menuju amal yang diredhaiNya.

Buku kecil ini berisi kajian yang sederhana namun mendasar mengenai perlakuan bangsa Yahudi di pentas kehidupan dan ancaman mereka terhadap kaum muslimin dan umat manusia pada umumnya. Tidak ketinggalan penulis menyertakan pesanan bagi kaum muslimin agar sentiasa waspada menghadapi tipu daya dan kejahatan mereka.


MUKADDIMAH

Segala puji bagi Allah. Kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan kejahatan perbuatan kami. Sesiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Sesiapa yang disesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk, menolong dan membimbingnya.

Kami bersaksi bahawa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dialah yang telah menolong hambaNya, memenangkan tenteraNya dan menghinakan musuh-musuhNya. Tidak ada sesuatu sebelum dan sesudahNya.

Kami bersaksi bahawa Muhammad adalah hamba, rasul, kekasih dan manusia pilihan dari semua makhlukNya. Sungguh, baginda telah mentyampaikan risalah, baginda juga telah menunaikan amanah dan menasihati umatnya sehingga sampailah mereka pada kehidupan yang terang benderang. Malamnya bagaikan siang. Tidaklah ada orang yang menyimpang dari jalanNya melainkan ia pasti akan binasa. Semoga Allah sentiasa melimpahkan kebaikan kepada baginda SAW sebagaimana layaknya Dia memberi ganjaran kepada para nabi yang lain.

Semoga Allah meredhai para sahabat baginda, para pemimpin umat dan singa-singa dalam peperangan. Mereka telah berjihad di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Mereka membawakan hidayah dan cahaya kepada sekelian manusia, sehingga dengan al-Qur’an mereka mampu membuka mata0mata yang buta, telinga-telinga yang tuli, dan menghidupkan hati-hati yang lalai.

Semoga Allah meredhai mereka dan orang-orang sesudah mereka yang memikul amanah Islam. Orang-orang yang mempersembahkan dirinya kepada Allah, sehingga bertemu dengan Rabbnya dalam keadaaan redha dan diredhai.

Amma ba’du.

Buku ini saya persembahkan kepada pembaca yang budiman, sebagai saham saya dalam usaha menyingkap kebusukan dan kebatilan yang sedang bermaharajalela di tengah masyarakat. Saya berusaha menulis buku ini dengan susunan kalimat yang sederhana, sehingga dapat dicerna sama ada oleh orang alim mahupun kalangan awam dari umat ini.

Di antara hasil dari kajian saya yang sederhana ini, saya dapat menarik kesimpulan bahawa tidak akan memahami tentang Islam, orang yang tidak memahami tentang jahiliyyah dengan dua jenisnya; jahiliyyah kuno dan jahiliyyah moden. Tidak akan faham terhadap al-haq orang yang tidak pernah memahami al-batil. Seseorang tidak mungkin tampil menjadi pembela Islam selagi ia tidak mengenali musuh-musuhnya serta mempelajari perancangan dan cara-cara kejahatan mereka. Sebagaimana dikatakan Umar bin Khattab r.a :
”Sesunguhnya di antara yang menjadi sebab terlerainya simpulan-simpulan Islam satu demi satu adalah apabila tumbuh dalam Islam orang-orang yang tidak mengenal jahiliyyah.”

Demikian juga, kita umat Islam tidak akan mendapat kemenangan selagi kita tidak mengetahui bagaimana musuh-musuh berfikir, apa yang menjadi sumber nilai dan landasan ideologi mereka, bagaimana mereka menjerut benang-benang penjerat leher lawan-lawannya, serta apa yang menjadi asas mereka sehingga mereka kelihatan begitu kuat dan kukuh berdiri di atasnya.

Sebelum kita masuk ke dalam kancah peperangan melawan ”anak cucu kera dan babi”, sebagai kaum muslimin kita mesti mengetahui landasan ideologi, politik dan sosial mereka. Kita juga mesti mengetahui cara pandang mereka terhadap alam semesta dan terhadap umat manusia di luar bangsa Yahudi. Kita juga dituntut untuk mengetahui dari mana mereka menimba pemikiran tentang ketuhanan, politik, undang-undang, agama, dan muamalah.

Seorang muslim dituntut untuk mengetahui masalah-masalah ini, sehingga ia memiliki kejelasan terhadap apa yang sedang dirancangkan oleh musuh terhadap diri dan umatnya yang sedang merana ini.

Sekarang kita sedang menyaksikan Masjidil Aqsa – tempat Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammmad SAW – merintih di bawah cengkaman bangsa Yahudi yang terlaknat. Mereka telah menyebarkan najis di temp[at suci tersebut serta melakukan berbagai perbuatan keji dan gila. Tempat suci itu kini menjadi pentas kemaksiatan ”anak-anak ular”, sama ada lelaki mahupun perempuannya.

Sesungguhnya, Masjidil Aqsa kini sedang menantikan huluran tangan dari setiap muslim yang masih memiliki rasa cinta kepadanya. Dan sesungguhnyalah, menjadi kewajipan setiap muslim di seluruh dunia untuk membebaskannya dari tangan-tangan yang telah merampas dan mengotorkannya.

Sekiranya kita tidak memahami masalah ini segera dan tidak menyusun gerakan-gerakan yang realistik untuk membebaskan bumi yang penuh berkat ini dari tangan-tangan najis para perompaknya – dengan segala kurnia Allah yang berupa kemampuan dan bakat-bakat aqqliyah dan jasadiyah, sokongan material dan rohani, langkah-langkah politik, kekuatan ketenteraan yang sedia berjihad, yang semua itu diasaskan pada tujuan mencari redha Allah, mengambil sebab dan tawakal kepada Zat yang menjadikan sebab-akibat, Rabb segala sesuatu, maka kita akan semakin kehilangan peluang. Pada akhirnya, kita hanya dapat menangis dan menyesali diri di waqktu kita telah dipijak-pijak oleh kekejaman orang-orang yang mengaku sebagai keturunan Daud.

Kita hendaknya jangan terlena, sehingga mimpi besar mereka menjadi kenyataan, yakni mendirikan negara Israel Raya yang membentang antara Sungai Nil di sebelah barat hingga sungai Furat di sebelah timur dan dari Yaman di sebelah selatan hingga Turki di sebelah utara.

Sesungguhnya, agama kita mewajibkan setiap muslim untuk mengorbankan segala yang ia miliki berupa harta, tenaga. Darah bahkan jiwanya untuk membebaskan Masjidil Aqsa, tempat Isra’ dan Mi’raj Rasulullah SAW. Kita mesti mengembalikannya ke pangkuan Islam, sehingga ia dan para penduduk di sekitarnya merasakan nikmatnya kesucian, keamanan dan kedamaian Islam.

Dalam kajian ringkas ini, saya mengemukakan bahawa sumber-sumber pemikiran Yahudi yang dijadikan sebagai titik tolak gerakan mereka ada empat jenis, iaitu:
1. Taurat
2. Talmud
3. Cabala
4. Protocols

Namun, bukan bererti bahawa sumber pemikira ideologi dan politik mereka hanya terbatas pada empat sumber tersebut. Mereka masih mempunyai sumber-sumber lain yang sangat dijaga kerahsiaannya.

Perbahasan kita tentang sumber-sumber pemikiran Yahudi ini bukan dimaksudkan untuk memperinci semua bentuk persengkokolan dan operasi kejahatan mereka, kerana sudah pasti masalah ini sangat dirahsiakan oleh mereka. Sebagaimana yang berlaku pada semua negara atau sebuah organisasi, masing-masing mereka tidak ingin orang lain mengetahui perancangan-perancangannya sebelum sampai waktunya. Tetapi yang kita maksudkan di sini adalah sumber-sumber umum yang menjadi asas keyakinan dan sikap politik mereka yang sekarang telah dianggap sebagai fakta yang diketahui bersama.

Dalam buku ini saya mengupas setiap satu sumber dalam satu bab tersendiri. Kemudian saya cuba untuk menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan definisi, ajaran dan pemikiran yang terkandung di dalamnya dan saya terangkan pula hakikatnya. Semuanya saya sajikan dalam tulisan yang ringkas dan sederhana tanpa terpaksa mempermudahkan persoalan yang dibicarakan, insya Allah. Pada bahagian akhir saya sebutkab buku-buku yang menjadi acuab bagi penulisan risalah ini. Selebihnya penulis bertawakal kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan berlindung kepadaNya dari segala kesalahan.

Saya sedar bahawa saya bukanlah oarang yang pertama menulis masalah ini. Masalah ini telah dikupas oleh ramai penulis, tetapi saya belum mendapat sumber-sumber tersebut ditulis dalam sebuah buku secara khusus. Oleh kerana itu, saya ingin menyajikan dalam sebuah buku kecil dengan maksud menyebarluaskan manfaat, memperjelaskan masalah, dan merealisasikan apa yang menjadi tujuan kita dengan izin Allah Azza wa Jalla.

Tidak lupa saya menghulurkan terima kasih kepada Dr. Sayyid al-Hajar, pensyarah Fakulti Sya’riah dan Usuludin yang telah banyak memberi nasihat dan bimbingan.

Saya memohon kepada Allah semoga usahayang sangat sederhana ini ikhlas keranaNya bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Senoga Allah menjadikannya tabung kebaikan yang bermanfaat bagi saya pada hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna lagi, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Hanya inilah yang dapat saya persembahkan. Jika terdapat kebaikan di dalamnya, maka kebaikan itu dari Allah dan jika terdapat kesalahan di dalamnya, maka kesalahan itu berasal dari diri saya yang dhaif.

Akhirnya, hanya kepada Allah lah kita memohon pertolongan.

Ghazi al –Qarni
3 Rabi’uth Thani 1413 H
29 September 1992 M

Monday, January 12, 2009

Laksanakan Tugas

Salam..

buat semua umat Islam..laksanakan yang termampu bagi kita.
tak susah pun..Bayangkan penderitaan umat Palestin di sana.















BOIKOT 7 BARANGAN DI ATAS HINGGA LUMPUH

~ kalu ikut ana banyak lagi nak senaraikan nih..takpe2..kita ikut strategi.

ahmad fikry memboikot~ dan mengajak semua-semua-semuanya..